Selamat untuk SMA Kristen YBPK Sitiarjo! Di tengah riuh pertandingan Ganesha Cup 2 2025, sekolah ini tampil dengan dua kontingen putra dan putri dan keduanya sama-sama naik podium Juara 2. Kontingen putri diwakili Marta Desy, sementara kontingen putra Minggu, 5 Oktober 2025 dituntaskan oleh Andreas Dwi Hartono dengan hasil Juara 2. Keduanya dilatih oleh Bapak Budi Andreas. Kabar baik ini bukan hanya menambah koleksi piala sekolah, tetapi juga menguatkan spirit pendidikan holistik YBPK–GKJW: unggul secara keterampilan, cerdas secara intelektual, dan rendah hati secara spiritual. Semoga prestasi ini semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Ganesha Cup-2 adalah kejuaraan pencak silat antar pelajar se-Malang Raya yang digelar Sabtu & Minggu, 4–5 Oktober 2025 di Aula Graha Smaloka, SMA Negeri 1 Sumberpucung, Kabupaten Malang. Ajang ini terbuka lintas jenjang mulai PAUD/TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK serta peserta dari pondok pesantren dan berbagai perguruan pencak silat, sehingga wajar bila skala keterlibatannya luas dan atmosfernya kompetitif.
Tujuan penyelenggaraan sangat jelas: melestarikan pencak silat sebagai budaya Indonesia, membina karakter positif pelajar, menyalurkan potensi olahraga secara sehat, dan mempererat silaturahmi antar sekolah dan perguruan. Format yang inklusif dan tujuan yang kuat inilah yang membuat Ganesha Cup dipandang prestisius di level pelajar Malang Raya, sekaligus berperan sebagai ajang pembinaan dan seleksi atlet potensial wilayah.
Dari sisi aturan, kompetisi mengikuti Peraturan Pertandingan IPSI 2025: pembagian kelas rapi berdasarkan usia, jenis kelamin, jenjang pendidikan, dan berat badan; pertandingan menggunakan sistem gugur dengan penilaian digital; perlengkapan wajib sesuai ketentuan; keputusan wasit juri bersifat final. Struktur ini menjamin pertandingan yang adil dan terukur bagi seluruh peserta.
Kejuaraan Pencak Silat Ganesha Cup ke-2 di tahun 2025 ini tampaknya akan menjadi ajang yang sangat meriah! Dengan cakupan kategori yang begitu luas, tidak heran jika ratusan atlet pelajar dari berbagai sekolah dan perguruan di Malang Raya akan turut serta. Kesuksesan edisi sebelumnya, yang juga diikuti oleh ratusan peserta, menjadi bukti bahwa Ganesha Cup telah menjadi salah satu ajang pencak silat yang paling dinantikan di Malang Raya.
Sebagai catatan budaya, pencak silat sendiri diakui UNESCO pada 2019 sebagai bagian dari Daftar Warisan Budaya Takbenda dunia, sehingga kompetisi pelajar seperti Ganesha Cup turut memiliki nilai pelestarian tradisi.
SMA Kristen YBPK Sitiarjo berada di Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Sebagai bagian dari YBPK–GKJW, sekolah ini menekankan pendidikan yang seimbang: keterampilan yang terlatih, akal budi yang terasah, serta spiritualitas yang membumi. Nilai inilah yang terlihat di arena: teknik bertanding yang baik (keterampilan), strategi dan fokus saat duel (intelektual), serta sikap rendah hati, jujur, dan sportif (spiritual). Prestasi di Ganesha Cup 2 menjadi bukti konkret bagaimana visi pendidikan YBPK–GKJW dihidupi lewat olahraga.
Tahun ini, sekolah menurunkan dua kontingen—putri dan putra. Kontingen putri diwakili Marta Desy. Ia bertanding konsisten sejak babak awal, Pada Sabtu, 4 Oktober 2025 Marta Desy menembus final, dan mengakhiri laga sebagai Juara 2. Kontingen putra diwakili Andreas Dwi Hartono. Minggu, 5 Oktober 2025, Andreas juga menembus final dan menutup rangkaian pertandingan dengan Juara 2 untuk sekolah. Keduanya berproses di bawah bimbingan Bapak Budi Andreas. Hasil ganda ini menegaskan bahwa pembinaan di SMA YBPK Sitiarjo merata: putra dan putri sama-sama siap bersaing di panggung kabupaten.
Format pertandingan sistem gugur berarti seorang atlet harus menang beruntun dari partai pembuka hingga puncak. Juara 2 adalah finalis yang baru terhenti di partai terakhir—artinya sepanjang hari, mereka sudah menyingkirkan banyak lawan. Dengan digital scoring, poin serangan–tangkis–hindar tercatat lebih akurat dan transparan.
Di balik medali, ada tokoh yang bekerja tenang tanpa banyak sorotan: Bapak Budi Andreas. Ia merancang program yang menggabungkan drilling jurus, sparring terukur, penguatan fisik, evaluasi teknik, hingga simulasi strategi untuk berbagai tipe lawan. Di saat yang sama, siswa belajar manajemen waktu: menyeimbangkan sekolah, latihan, ibadah, dan istirahat. Pola ini menciptakan disiplin harian yang menjadi bahan bakar performa di gelanggang.
Ekosistem sekolah melengkapi semuanya: guru-guru yang suportif, teman-teman yang menyemangati, orang tua yang menjaga pola makan–istirahat, dan komunitas GKJW yang mendoakan. Maka, setiap kemenangan bukan hanya milik atlet, melainkan buah kerja bersama. Seperti nasihat John Wooden, “Ability may get you to the top, but character keeps you there.” Karakter itulah yang terlihat: menang rendah hati, kalah belajar, dan selalu menghargai lawan.
Gelanggang Ganesha Cup adalah kelas karakter: anak-anak belajar disiplin, menghormati lawan, mengendalikan emosi, dan bertanggung jawab atas proses. Tujuan panitia—melestarikan budaya, membina karakter, menyalurkan potensi, mempererat persaudaraan, dan menyeleksi atlet berbakat—sangat selaras dengan misi YBPK–GKJW untuk mendidik generasi yang menjadi berkat bagi sesama.
Lebih dari sekadar medali, pencak silat adalah identitas. Setiap jurus dan etika tanding memuat nilai kearifan lokal. Dengan ikut kompetisi, para pelajar bukan hanya berolahraga, tetapi juga merawat tradisi—sebuah kontribusi nyata bagi budaya bangsa. Pengakuan UNESCO menegaskan nilai ini di panggung dunia; tugas kita adalah menjaganya tetap hidup di sekolah-sekolah.
Sebuah event tertib selalu bertumpu pada kepanitiaan yang rapi. Ganesha Cup 2 menampilkan struktur kerja yang lengkap: ketua pelaksana, sekretariat, bendahara, koordinator lapangan dan acara, tim wasit–juri kabupaten, koordinator pertandingan, kesehatan, keamanan, konsumsi, perkap, hingga tim IT. Ada pula penasehat dari IPSI Kabupaten Malang serta pelindung dari unsur Muspika dan IPSI kecamatan. Rantai kerja inilah yang membuat pertandingan berjalan aman dan nyaman bagi atlet dan penonton.
Bagi para peraih podium—termasuk Juara 2—panitia menyediakan medali, maskot, dan piagam sebagai bentuk apresiasi resmi. Hal teknis seperti pendaftaran dengan syarat administrasi, batas waktu hingga 20 September 2025, serta penegasan peraturan IPSI 2025 menunjukkan bahwa Ganesha Cup 2 dikelola secara profesional dan bertanggung jawab. Semua itu memperkuat kepercayaan publik dan memudahkan sekolah untuk berpartisipasi.
Digital scoring juga membantu menjaga keadilan—poin langsung tercatat dan termonitor sehingga proses penilaian lebih cepat dan akurat daripada era manual. Layanan-layanan digital scoring yang patuh pada regulasi terbaru turut menopang banyak kejuaraan silat pelajar di Indonesia.
Bagi sekolah dan keluarga besar YBPK–GKJW, dua medali perak ini adalah validasi proses. Anak-anak yang rajin berlatih, tekun belajar, dan setia pada nilai-nilai Kristiani, pada waktunya akan melihat buah dari jerih payah. Bagi adik-adik kelas, ini adalah peta jalan: lihat bagaimana kakak-kakakmu melangkah—rutin latihan, menjaga pola hidup, menghormati lawan, dan berdoa sebelum bertanding. Bagi orang tua, ini kabar bahwa pembinaan di sekolah berjalan pada jalur yang tepat. Bagi guru, ini pengingat bahwa pendidikan holistik—kelas, lapangan, dan ruang ibadah—harus terus disinergikan.
Sebagai atlet, Marta dan Andreas mungkin merasa perak belum cukup. Tetapi seperti kata Nelson Mandela, “I never lose; I either win or learn.” Setiap final yang mereka jalani adalah data latihan paling berharga untuk memperbaiki timing, meningkatkan akurasi serangan, dan menajamkan pembacaan ritme lawan. Di sinilah perak berubah menjadi titik tolak menuju emas.
Hari ini, Minggu, 5 Oktober 2025, kita memberi selamat untuk Marta Desy dan Andreas Dwi Hartono, juga untuk Bapak Budi Andreas yang setia mendampingi dari awal sampai akhir. Terima kasih kepada seluruh panitia, wasit–juri, guru, teman, dan orang tua yang menopang proses ini. Di atas semua itu, kita bersyukur karena Tuhan mengizinkan anak-anak kita merasakan sukacita berjuang dengan jujur dan sportif.
Selamat untuk SMA Kristen YBPK Sitiarjo. Semoga prestasi ini semakin meningkat, menjadi inspirasi bagi seluruh unit sekolah YBPK–GKJW di Jawa Timur, dan mendorong lebih banyak anak untuk mencintai pencak silat—olah raga yang bukan hanya menguatkan raga, tetapi juga membentuk karakter dan merawat budaya.